Produksi minyak sawit memainkan peran penting dalam mata pencaharian petani kecil di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Namun, banyak petani kecil di wilayah ini menghadapi tantangan dalam menerapkan praktik berkelanjutan yang selaras dengan permintaan pasar global untuk minyak sawit yang diproduksi secara bertanggung jawab. Sertifikasi RSPO Independent Smallholders (ISH) menawarkan jalur bagi petani kecil untuk memenuhi standar ini, memastikan bahwa produksi minyak sawit mereka berkelanjutan, ramah lingkungan, dan kompetitif di pasar internasional.
Meskipun sertifikasi RSPO semakin penting, petani kecil di Siak seringkali kekurangan akses ke sumber daya, pelatihan, dan dukungan yang diperlukan untuk menerapkan standar yang dipersyaratkan untuk sertifikasi. Kesenjangan ini membatasi potensi pasar mereka dan berkontribusi pada degradasi lingkungan, terutama di daerah lahan gambut yang rentan, yang umum di wilayah ini.
Kabupaten Siak mencakup area lahan gambut yang luas yang penting untuk penyimpanan karbon dan keanekaragaman hayati. Praktik minyak sawit yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan deforestasi, degradasi gambut, dan peningkatan emisi gas rumah kaca. Dengan membimbing petani kecil menuju praktik berkelanjutan, inisiatif ini membantu melindungi ekosistem yang sensitif ini. Petani kecil yang mengadopsi standar RSPO dapat mengakses pasar bernilai lebih tinggi dan meningkatkan pendapatan mereka melalui harga premium untuk minyak sawit berkelanjutan bersertifikat. Inisiatif ini berupaya menjembatani kesenjangan pengetahuan dengan menyediakan alat dan panduan yang dibutuhkan petani kecil untuk meningkatkan metode pertanian mereka dan mencapai sertifikasi RSPO.
Memberdayakan petani kecil di Siak dengan pengetahuan tentang standar RSPO membantu meningkatkan ketahanan masyarakat dan memastikan stabilitas ekonomi jangka panjang dengan mengintegrasikan mereka ke dalam rantai pasokan berkelanjutan. Dengan mengadakan lokakarya di area utama ini, Yayasan Gambut bertujuan untuk mempercepat penerapan praktik-praktik yang selaras dengan RSPO di antara petani kelapa sawit, memastikan keberlanjutan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi bagi petani kecil.
kegiatan LOKAKARYA “Sosialisasi dan Distribusi Buklet RSPO: Panduan Praktik Terbaik (Best Management Practices/BMP) untuk Petani Sawit Mandiri (Independent Smallholders/ISH) pada Penanaman Eksisting di Lahan Gambut di Kabupaten Siak”pada Rabu, 04 Desember 2024 di Ruang Pertemuan Pucuk Rebung Pemerintah Kabupaten Siak. Dalam kegiatan ini di hadiri oleh 34 Peserta dari berbagai instansi secara offline dan dihadiri juga oleh 24 peserta secara online (via zoom) dan acara juga di buka langsung oleh Kepala Dinas Perkebunan Siak.
Acara Lokakarya ini di laksanakan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para petani sawit mandiri terkait pentingnya keberlanjutan dalam praktik perkebunan kelapa sawit, khususnya melalui sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Salah satu fokus utama lokakarya adalah pengenalan sertifikasi RSPO dan manfaatnya bagi petani sawit secara nyata,sehingga petani yang telah tersertifikasi mendapatkan jalur akses pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas, dan insentif ekonomi dari penjualan hasil Perkebunan yang bersertifikat RSPO.
Dika Dwi Darmawan ( Executive Smallholder Programme Indonesia ) memaparkan tentang “Membangun Perkebunan Sawit yang Berkelanjutan Hari ini dan Masa mendatang”. Dalam paparannya peserta yang hadir di jelaskan tentang ap aitu RSPO dan poin – poin utama dalam Kelapa Sawit Berkelanjutan melalui sertifikasi RSPO. Sebagai perwakilan dari RSPO, Dika Dwi Darmawan menerangkan Sejarah hadirnya RSPO yang didirikan pada tahun 2004, RSPO adalah organisasi keanggotaan internasional nirlaba yang menyatukan pemangku kepentingan dari sektor-sektor utama industri minyak sawit untuk mendorong pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan melalui standar global yang kredibel.
Anggota pendiri kami termasuk World Wide Fund for Nature (WWF), Malaysian Palm Oil Association (MPOA), Unilever, Migros, dan AAK. Berkantor pusat di Kuala Lumpur, Malaysia, RSPO juga memiliki kantor perwakilan di Indonesia, Inggris, Amerika Serikat, Belanda, Cina, dan Kolombia.
Minyak sawit berkelanjutan berdasarkan definisi RSPO adalah Produksi minyak sawit berkelanjutan meliputi pengelolaan dan operasi yang sesuai hukum yang berlaku, layak untuk lingkungan dan tatanan sosial serta memberikan manfaat ekonomis. dengan mengedepankan dampak kesejahteraan, dampak masyarakat dan dampak planet.
Paparan kedua disampaikan oleh Siswanto dengan judul paparan “Kebijakan daerah Dalam Mendukung Percepatan Sertifikasi Perkebunan Berkelanjutan”, Perwakilan dari Dinas Perkebuan Kabupaten Siak. Dari sisi pemerintah sendiri juga mendukung gerakan untuk Perkebunan kelapa sawit berkelanjutan daerah yang juga tertuang didalam rencana aksi Pemerintah Kabupaten Siak itu sendiri, karena di Kabupaten siak sendiri juga memiliki potensi besar dalam Perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan paparan, di kabupaten siak terdapat Perkebunan Rakyat (PR) dengan luas 220,974 Ha ( 64%), Perkebunan Besar negara (PBN) seluas 9,474.46 Ha dan Perkebunan Besar Swasta seluas 117,195.47 Ha ( 34%).
Saat ini masih terdapat tantangan yang di hadapi petani kecil kelapa sawit di kabupaten siak seperti bibit yang tidak unggul, belum tergabung kedalam asosiasi atau koperasi, kurangnya akses pasar dan yang terpenting adalah kurangnya minat untuk melakukan sertifikasi terhadap kebun di karenakan anggapan biaya yang tinggi dalam mengurus prosesnya.
Saat ini, pemerintah kabupaten siak melalui dinas Perkebunan dan pertanian memiliki program, seperti :
- Menjalin kemitraan dengan mitra strategis
- Pembentukan dan Penguatan Kelembagaan pekebun
- Peningkatan SDM pekebun ( pelatihan, beasiswa dan studi banding)
- Jaminan sosial ketenaga kerjaan
- Sertifikasi sawit berkelanjutan (ISPO, RSPO, ISCC, UEDR, dll)
- Peremajaan sawit rakyat
- SAPRAS ( bibit, pupuk, mesin, truk, jalan, PKS, dll)
- TBS Harga Pemerintah.
Program tersebut juga di integrasikan dengan Peraturan Daerah Siak Kabupaten hijau yang menjadi pedoman untuk pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat siak.
Paparan ketiga disampaikan oleh Joni Irawan SP.,M.Si ( Akademis Pertanian UR), dalam paparannya, Joni menyampaikan bagaimana pengelolaan lahan gambut untuk Perkebunan. Peserta di berikan pemahaman bagaiman sifat dan karakterisitik Lahan gambut dan bagaimana pengelolaan yang tepat selama proses berkebun. Beberapa poin yang disampaikan adalah Pemilihan bibit unggul , Pengelolaan tanah dan nutrisi , Teknik penanaman yang tepat , Pengendalian hama dan penyakit dan Unsur CUACA dan IKLIM.
Hal terpenting dalam pengelolaan lahan gambut adalah kondisi air dan kebutuhan unsur hara yang cukup bagi tanaman, khusus kelapa sawit hal ini menjadi penting diperhatikan karena mempengaruhi hasil pada buah. Unsur hara Merupakan bahan kimia (anorganik ) maupun (organik) yang diberikan ke tanaman untuk sebagai “sumber hara/nutrisi” untuk menopang pertumbuhannya.
Mengenali gejala penyakit pada tanaman dapat mengetahui unsur hara apa yang kurang bagi tanaman tersebut, seperti unsur hara kalium, unsur hara tembaga, unsur hara nitrogen, Unsur hara mikro, unsur hara magnesium, unsur hara fe dan unsur hara boron.
Paparan terakhir disampaikan oleh Dr. M. Amrul Khoiri, S.P., MP (Akademisi Pertanian UR) memaparkan materi terkait Pengelolaan Hama Dan Penyakit Terpadu & Kegiatan Operasional Kelapa Sawit serta Pencegahan Kebakaran. Peserta di berikan pengetahuan tentang prinsip – prinsip dasar pengelolaan hama dan penyakit terpadu dan bagaimana pengendalian hama terpadu. Yang menajdi penting adalah peserta diberikan pengetahuan untuk implemetasi dilapangan secara pengendalian Kultural, Pengendalian Biologis, Pengendalian Mekanis, Pengendalian Kimiawi serta pemantauan dan monitoring.
Terdapat empat (4) hama utama kelapa sawit, yaitu ulat api, ulat kantong, kumbang tanduk dan rayap, dan penyakit yang sering menyerang tamana kelapa sawit adalah infeksi Ganoderma. Dalam prosesnya, terdapat resiko jangka Panjang dalam penggunaan pestisida, bagi konsumen dapat menyebabkan keracunan dan gangguan Kesehatan, bagi lingkungan ini akan mengganggu agro ekositem pada resistensi, resurjensi, ledakan OPT lain dan matinya musuh hama alami.
Prinsip dasar dalam pengelolaan hama dan penyakit terpadu merupakan strategi pengeolaan organisme penggangu tanaman (OPT) yang memadukan berbagai metode pengendalian untuk menjaga keseimbangan ekosistem, meningkatkan produktivitas dan mengurangi dampak negative pada lingkungan. Paparan ini lebih bertujuan bagaimana petani dan pekebun dapat meminimalisir penggunaan pestisida kimia dan menekankan metode ramah lingkungan sebagai prioritas utama.
Antusiasme para peserta dituang dalam bentuk sesi diskusi, terdapat poin – poin diskusi selama acara. terungkap berbagai tantangan yang dihadapi oleh petani sawit mandiri dalam proses sertifikasi, di antaranya:
- Masalah Legalitas Lahan: Banyak petani yang tidak memiliki dokumen kepemilikan lahan yang memadai, sehingga sulit memenuhi persyaratan sertifikasi.
- Pembentukan Kelembagaan: Sebagian besar petani masih bekerja secara individu, padahal sertifikasi memerlukan organisasi dalam bentuk kelompok atau koperasi.
- Ketergantungan pada Pendampingan: Proses sertifikasi seringkali memerlukan pendampingan dari NGO atau perusahaan besar, yang tidak selalu tersedia dalam jangka panjang.
Dalam menjawab tantangan diatas, sesi diskusi pada lokakarya menawarkan berbagai solusi, seperti pemanfaatan RSPO Smallholders Fund yang memberikan hibah untuk biaya audit awal dan program pelatihan petani melalui Akademi Petani RSPO. Selain itu, peserta juga diajak untuk membangun kelembagaan yang kuat agar dapat lebih mandiri dalam menghadapi proses sertifikasi. Menyebarluaskan buklet RSPO ISH kepada petani kecil dan para pihak melalui lokakaya di Kabupaten Siak agar dapat meningkatan kesadaran dan pemahaman petani kecil dan berbagai pihak terkait pentingnya sertifikasi RSPO serta memfasilitasi diskusi multi-pihak untuk mendukung implementasi standar RSPO.
Dapatkan E-Book Buklet RSPO di Tautan berikut https://yayasangambut.org/wp-content/uploads/2024/12/2024_ish_bmp_full_indonesia.pdf