Desa Buruk Bakul adalah desa yang berlokasi di wilayah pesisir Indonesia yang mana secara administrasi masuk kedalam Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. didalam kawasan ekosistem mangrove Desa Buruk Bakul terdapat beberapa spesies tumbuhan yang hidup, anara lain Rhizopora sp, Avicenia sp, Xylocarpus granatum sp, sonerratia sp dan nypah fruticants.
Luas kawasan mangrove di desa buruk bakul sekitar 168 Hektar, yang mana saat ini telah terjadi abrasi rata – rata 4 meter pertahun sepanjang 139 meter garis pantai, berdasarkan penelitian kondisi ini telah terjadi dari tahun 1991. pengikisan ini terus berlangsung hingga skarang yan dapat mengancam ruang hidup masyarakat.
Berdasarkan kondisi di atas Yayasan Gambut melalui dukungan Global Environment Centre dan ARAMCO Asia Singapore melakukan upaya penyelamatan ekosistem di kawasan yang terjadi abrasi parah di Desa Buruk Bakul dengan melibatkan banyak pihak.
Pembangunan APO (Alat Pemecah Ombak) dan kelompok SEKAT BAKAU Desa Buruk Bakul
Alat Pemecah Ombak (APO) adalah prasarana yang dibangun untuk memecahkan ombak atau gelombang dengan menyerap sebagian energi gelombang. Pemecah gelombang digunakan untuk mengendalikan abrasi (Wahyudi, 2016).
Design APO lebih meniru struktur akar bakau/mangrove yang bersifat hanya meredam energi gelombang yang datang sehingga tebing pantai dan mangrove kecil hasil rehabiltasi yang berada di belakangnya menjadi aman karena kekuatan gelombang/ombak menjadi kecil. Tentunya hal ini dapat meningkatkan kelulushidupan mangrove yang ditanam.
Pembangunan APO di Desa Buruk Bakul dengan konsep Hybrid Enginering (HE), yang mana konsep inovatif ini menggunakan konstruksi berbahan dasar kayu dan ranting – ranting. Yayasan Gambut melihat konsep ini adalah pilihan yang sesuai untuk masyarakat sehingga dapat dilakukan secara swadaya oleh masyarakat dan kelompok dalam melalukan kegiatan rehabilitasi pada wilayah yang terdampak abrasi.
Pembangunan APO dibangun sejajar dengan garis pantai yang membentuk sudut sekitar 130 – 140 derajat pada seperempat bagian awalnya guna memudahkan terjadinya pengendapan awal. bahan utama dalam konstruksi APO ini adalah Kayu Nibung, pemilihan kayu nibung didasarkan atas ketersediaan bahan baku di desa buruk bakul, kemudian kayu nibung memiliki ketahan yang sangat baik pada salinitas air yang tinggi.
Kayu Nibung dibangun zig zag dengan jarak sekitar 15 – 20 cm antar tiang, sehingga pada satu garis lurus secara tidak langsung akan terbentuk dua lapisan pagar. Panjang nibung yang digunakan adalah 250 cm dengan kedalaman tanam sekitar 80 cm, jarak APOyang di bangun dari bibir pantai sekitar 75 Meter.
Kegiatan pembangunan ini dilakukan melibatkan aktif kelompok masyarakat Sekat Bakau buruk bakul secara swadaya dengan dukungan yang dasar untuk proses pembangunan APO.
Kelompok Sekat Bakau melalui dampingan Yayasan Gambut melakukan analisis awal terkait tahapan pembangunan, mulai dari penentuan lokasi, model APO mateial dan teknis pengerjaan konstruksi. proses panjang di persiapkan dengan melibatkan pemerintah desa buruk bakul. Yayasan Gambut dan Sekat Bakau menjelaskan rencana aktifitas kepada Pemeritah Desa Buruk Bakul selaku penanggung jawab secara admisnistratif turut serta mendukung kegiatan tersebut sesuai kemampuan dan tupoksinya.
Pelibatan Multipihak dalam upaya membangun inisiatif kesadaran lingkungan
Kelompok Sekat bakau memiliki sekitar 25 anggota yang merupakan masyarakat desa buruk bakul yang memiliki inisiatif dan kepedulian terkait kerusakan yang terjadi dan ancaman kedepannya ketika kawasan pesisir didesa tidak diperhatikan, kelompok ini secara aktif melakukan pembibitan dan melakukan penanaman baik itu secara intervensi program ataupun kegiatan reguler kelompok.
Dalam upaya memaksimalkan penanaman mangrove di pesisir pantai buruk Bakul, kelompok Sekat Bakau mengambil inisiatif dengan membangun pelapis APO nibung. Pelapis APO ini terdiri dari buluh atau bambu yang diletakkan sejajar sepanjang APO dengan jarak sekitar 5 meter.
Model pelapis ini memiliki bentuk kotak persegi panjang dan huruf “n” dengan ukuran panjang 5,5 meter dan lebar 3 meter. Pembangunan menggunakan total 1.680 tual buluh, dengan panjang setiap tualnya 1,5 meter, dan kedalaman penancapannya berkisar antara 50 hingga 75 cm. Proses pembangunan dimulai dari bagian timur APO atau sebelah hulu.
Pada proses ini juga melibatkan Aksi Gemes Komunitas Sobat Bumi yang merupakan gabungan mahasiswa Universitas Riau dan Universitas Islam Riau yang melakukan penanaman di kawasan pembangunan APO. Desember 2023, proyek pembangunan pelapis APO sudah mencapai 50% dari keseluruhan, dan sisanya direncanakan akan dilanjutkan saat air pantai surut, yaitu pada pertengahan bulan Januari 2024.
Dalam kegiatan ini, 65 perserta turut berkontribusi melaksanakan kegiatan penanaaman diantaranya dari 17 mahasiswa UIR-UNRI yang terlibat dalam Sobat Bumi, 1 perwakilan Pemdes, 13 anggota Sekat Bakau, 5 ibu-ibu, 21 siswa SD, 3 balita, 3 siswa SMP, dan 2 tokoh masyarakat.