Peningkatan Kapasitas Kelompok Sekat Bakau Untuk Keberlanjutan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove Desa Buruk Bakul

Kelompok Sekat Bakau merupakan aktor kunci dan menjadi garda terdepan dalam menjaga ekosistem mangrove di Desa Buruk Bakul, seiring kegiatan yang telah berlangsung Yayasan Gambut melalui dukungan GEC dan Aramco Asia Singapore memberikan pelatihan untuk peningkatan kapasitas anggota Kelompok Sekat Bakau dalam hal pengawasan dan monitoring selama upaya rehabilitasi berjalan di kawasan pesisir desa.

Kerusakan kawasan pesisir desa karena abrasi merupakan permasalahan utama yang terjadi di Desa Buruk Bakul, kerusakan ini telah terjadi dari tahun 1991 hingga sekarang. Luas kawasan mangrove di desa buruk bakul sekitar 168 Hektar, yang mana saat ini telah terjadi abrasi rata – rata 4 meter pertahun sepanjang 139 meter garis pantai, pastilah kondisi ini telah menjadi ancaman nyata bagi ruang hidup masyarakat desa.

Foto udara areal kerusakan pesisir akibat abrasi di desa buruk bakul ( YG Dok 07/09/2023)

Upaya dalam mengatasi kondisi tersebut telah dilakukan, salah satunya membuat Alat Pemecah Ombak (APO) dan melakukan penanaman kembali di areal – areal yang di anggap kritis oleh Kelompok Sekat Bakau, berbekal pengetahuan lokal dan didukung oleh pengetahuan akademis anggota Sekat Bakau juga di bangun Rumah Bibit Mangrove sebagai ketersediaan bibit mangrove untuk menunjang kegiatan rehabilitasi.

Peningkatan kapasitas ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam monitoring dan pengawasan vegetasi mangrove. Hal ini penting untuk melindungi mangrove alami dan menjaga keberlanjutan upaya rehabilitasi. Dengan pemantauan yang rutin, diharapkan kelompok dapat menyajikan data tentang pertumbuhan tanaman, efektivitas APO, dan sedimentasi yang terjadi, sehingga dapat mengevaluasi efektivitas upaya rehabilitasi dan membuat penyesuaian jika diperlukan. Informasi ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan strategi rehabilitasi, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan, dan menyusun rencana berkelanjutan untuk pelestarian mangrove.

Narasumber Pelatihan (Romi Jhonnerie) sedang memaparkan materi

diawal proses pelatihan, peserta diajak kembali mengenal dasar ekosistem mangrove (secara teoritis), pengelompokan mangrove secara umum, sebaran ekosistem mangrove, dan pengelompokan mangrove berdasarkan geografi sekitarnya beserta manfaatnya. Paparan yang terpenting adalah bagaimana bentuk ancaman yang nyata pada mangrove, hal ini bertujuan mengajak peserta untuk menganalisa bentuk – bentuk ancaman langsung atau tidak langsung yang ada di ekosistem mangrove desa buruk bakul.

Salah satu peserta pelatihan mengajukan pertanyaan terkait tantangan yang di hadapi dalam proses rehabilitasi mangrove

Setelah tanya jawab pada sesi pertama terkait hal – hal mendasar mangrove, dilanjutkan kepada paparan materi monitoring mangrove, sesi ini menjelaskan materi tentang proses observasi dan pengukuran berkala terhadap kondisi fiksik dan hayati ekosistem mangrove, mencakup parameter biofisik, kimiawi dan komunitas biologis mangrove. Observasi bertujuan mendeteksi perubahan dalam eksosistem akibat faktor alami atau aktivitas manusia. Dari data yang di peroleh akan di analisis kemudian dapat dirumuskan upaya pengelolaan dan restorasi yang diperlukan.

Praktik lapangan : Peserta peltihan sedang mengukur diameter pohon baku

Dalam proses monitoring mencakup 2 hal, yang pertama internal yaitu mencakup sebaran areal mangrove dan struktur komunitas (jenis, kerapatan,dominasi, nilai penting) da yang kedua ekternal yaitu mencakup kualitas air yang dipengaruhi limbah domestik ataupun industri, tingkat salinitas dan ketersediaan nutrien pada sedimen akibat pola curah hujan dan intrusi air laut,kemudian perubahan iklim dan gangguan hidrologi oleh normalisasi atau reklamasi.

Setiap pohon yang ditemukan akan di data dan dicatat oleh peserta yang nantinya akan di analisis


Kemudian pelatihan dilanjutkan praktik lapangan, peserta di bagi menjadi 2 kelompok yang sebelunya telah menentukan lokasi transek. Dilokasi survei setiap kelompok membuat garis dan jalur seluas 10 x 10 meter, kemudian membagi kembali menjadi 5 x 5 meter. identifikasi di mulai dari mengidentifikasi jenis – jenis vegetasi dan fauna yang ditemukan didalam areal yang telah di tandai, setiap batang pohon yang di temukan kemudian di lakukan pengukuran diameter serta ketinggiannya. Data yang telah diperoleh kemudian akan diolah dengan memanfaatkan Teknologi Informasi & Komunikasi (TIK) yang telah tersedia untuk memudahkan dalam melakukan pengolahan. Pemanfaatan TIK ini merupakan transformasi pengetahuan ke kelompok sekat bakau sebagai bentuk mengikuti perkembangan pada era digital saat ini.